Bawaslu Jatim Sosialisasikan Proses Penanganan Pelanggaran dan Sengketa Pemilu
|
Madiun, 30 Juni 2025 — Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Bawaslu se-Jawa Timur dibekali pengetahuan mendalam terkait Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa (PPPS) dalam kegiatan orientasi yang digelar secara daring oleh Bawaslu Provinsi Jawa Timur, Senin (30/6).
Dalam kegiatan bertajuk Orientasi CPNS Tahun Angkatan 2024 tentang Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa, Lucia Billem selaku Kepala Bagian PPPS Bawaslu Jatim menekankan pentingnya kesiapan dan komitmen para CPNS dalam menjalankan tugas pengawasan. Ia juga mengingatkan bahwa meski masa non-tahapan cenderung lebih longgar, CPNS tetap perlu aktif belajar dan meningkatkan kapasitas diri.
"CPNS harus siap bekerja dengan sebaik-baiknya dan terus belajar. Masa non-tahapan ini seharusnya dimanfaatkan untuk upgrading pengetahuan," ujar Lucia.
Sementara itu, narasumber lainnya, Trimuda AWE dari Bawaslu Jatim, menyoroti pentingnya netralitas ASN dalam pengawasan pemilu. Ia menyatakan bahwa ASN, termasuk di lingkungan Bawaslu, akan menghadapi tantangan berat dalam menjaga netralitas selama tahapan pemilu berlangsung.
Trimuda juga menjelaskan prinsip-prinsip dalam penanganan pelanggaran pemilu yang kini mengacu pada enam asas utama: perlindungan hak politik, kepastian hukum, aksesibilitas, transparansi, efektivitas, serta pemanfaatan teknologi.
“Dulu pelaporan pelanggaran dilakukan secara manual. Sekarang sudah ada aplikasi SIGAP Lapor dan pelaporan melalui email, meski pelapor tetap harus datang langsung untuk verifikasi formil dan materiil,” jelasnya. Selain itu, penyelesaian sengketa kini juga memanfaatkan platform digital melalui aplikasi SIPS.
Lebih lanjut dalam paparannya, Trimuda mengungkapkan berbagai jenis pelanggaran yang kerap terjadi dalam pemilu dan berpotensi merusak integritas demokrasi. Pelanggaran tersebut meliputi pemasangan Alat Peraga Kampanye (APK) yang tidak sesuai aturan, penggunaan fasilitas dan anggaran pemerintah untuk kampanye, pemalsuan dokumen pencalonan, serta kampanye di tempat ibadah dan institusi pendidikan yang seharusnya netral. Ia juga menyoroti praktik mencoblos lebih dari satu kali, keterlibatan aparatur desa yang secara terang-terangan mendukung kandidat tertentu, serta maraknya politik uang, khususnya pada masa tenang. Tak hanya itu, Trimuda menambahkan bahwa kesalahan input data suara oleh penyelenggara pemilu dan adanya dukungan palsu terhadap bakal pasangan calon perseorangan turut menjadi masalah serius yang perlu diatasi.
Ia juga menjelaskan aspek hukum dalam penanganan temuan maupun laporan, termasuk batas waktu penerimaan laporan—1x24 jam sejak diketahui di Pilkada dan 1x24 jam di hari yang sama untuk Pemilu.
Terkait mekanisme, Trimuda menyampaikan bahwa laporan yang belum diregistrasi dapat diperbaiki atau bahkan dicabut. Namun, pencabutan tidak otomatis menggugurkan penanganan jika laporan memenuhi syarat untuk ditindaklanjuti. Selain itu, ada mekanisme pengambilalihan laporan oleh pengawas di tingkat atas, serta pelimpahan dari tingkat atas ke bawah.
“CPNS harus memahami proses klarifikasi dan siap secara mental, terutama yang bertugas di bagian PPPS. Kajian akhir atas laporan juga wajib diplenokan untuk menentukan jenis pelanggaran yang terjadi, termasuk apakah masuk ranah kode etik, administratif, atau pidana pemilu,” tambahnya.
Adapun untuk pelanggaran pidana, Bawaslu akan bekerja sama dengan pihak kepolisian dan kejaksaan. Sedangkan pelanggaran etik oleh penyelenggara adhoc menjadi kewenangan Bawaslu Kabupaten/Kota.
Dengan pelatihan ini, diharapkan CPNS Bawaslu Jawa Timur, termasuk dari Kabupaten Madiun dan wilayah lainnya, dapat lebih siap dan profesional dalam menjalankan tugas-tugas pengawasan dan penanganan pelanggaran pemilu.
Penulis: Humas Bawaslu Kab Madiun