Diskusi Hukum Bawaslu Jatim Soroti Problem Netralitas ASN dan Kepala Desa dalam Pilkada
|
Madiun, 12 Juni 2025 — Netralitas aparatur sipil negara (ASN) dan kepala desa menjadi sorotan utama dalam Diskusi Hukum bertema “Analisis, Kajian dan Evaluasi Terhadap Regulasi dan Pelaksanaan Pengawasan Penanganan Pelanggaran Netralitas ASN dan Kepala Desa atau Sebutan Lain/Lurah” yang diselenggarakan oleh Bawaslu Provinsi Jawa Timur secara daring melalui Zoom Meeting juga diikuti oleh perwakilan Bawaslu Kabupaten madiun pada Kamis (12/6).
Ketua Bawaslu Jawa Timur, A. Warits, dalam sambutannya menyatakan bahwa diskusi ini bertujuan untuk menghasilkan masukan konkret dalam penguatan netralitas ASN ke depan. Menurutnya, pemilu sebagai manifestasi kedaulatan rakyat harus dijaga oleh seluruh aparat negara melalui sikap profesional, independen, dan imparsial.
“Ada problem penafsiran dalam penggunaan diksi ‘netral’ dalam regulasi. Diksi ini cenderung bermakna berada di tengah antara dua pihak, padahal dalam pemilu jumlah pasangan calon bisa lebih dari dua. Diksi ‘imparsial’ dengan tambahan unsur profesional dan mandiri lebih tepat digunakan,” ungkap Warits.
Ia juga menyoroti lemahnya efek jera dalam penanganan pelanggaran netralitas ASN maupun kepala desa karena produk hukum Bawaslu belum memiliki sanksi yang cukup kuat. Dalam kasus kepala desa, aturan pemilihan memungkinkan adanya pidana, namun pelanggaran oleh ASN tidak memiliki sanksi hukum yang setara. Selain itu, Warits mengungkapkan bahwa faktor budaya transaksional dan garis komando yang kuat menjadi tantangan besar dalam menegakkan netralitas.
“Mutasi dan rotasi jabatan seringkali digunakan sebagai alat intimidasi kepada ASN. Sementara kepala desa memiliki kekuatan sosial yang mampu memengaruhi layanan publik dan opini masyarakat,” tambahnya.
Devita Hayu Shinta, Koordinator Divisi Hukum, Pendidikan dan Pelatihan Bawaslu Jatim, menjelaskan bahwa diskusi ini merupakan agenda rutin yang akan melibatkan narasumber dari Bawaslu Kabupaten/Kota. Devita juga menekankan pentingnya keterlibatan aktif Bawaslu daerah dalam memperkuat jaringan partisipasi masyarakat melalui diskusi bulanan bersama OKP, ormas, dan komunitas lokal.
Dalam sesi pemaparan, Aris Fahrudin Asy’at, Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi Bawaslu Kabupaten Mojokerto, mengungkapkan keterbatasan waktu dan anggaran dalam menangani laporan pelanggaran netralitas. “Membuktikan satu kasus saja sering kali memerlukan lebih dari satu keterangan ahli, dan ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit,” jelas Aris.
Sementara itu, Savitri Rindyana, Koordinator Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Mojokerto, mengungkapkan bahwa seluruh laporan pelanggaran netralitas pada pemilihan sebelumnya datang dari tim pasangan calon, bukan dari masyarakat. Ini menunjukkan rendahnya partisipasi publik dalam pengawasan.
Savitri juga menyampaikan bahwa rekomendasi Bawaslu atas pelanggaran netralitas ASN kerap tidak ditindaklanjuti oleh institusi terkait. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Muhlis, Koordinator Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa dari Bawaslu Kabupaten lainnya, yang menyebut bahwa perubahan dari UU No. 5 Tahun 2014 ke UU No. 20 Tahun 2023 telah menghapus keberadaan KASN, yang sebelumnya memiliki kewenangan pengawasan atas ASN.
Agung Nugraha, Ketua Bawaslu Kabupaten Sidoarjo, menambahkan bahwa 90 persen wilayah di Jawa Timur berada di bawah kepemimpinan kepala desa atau lurah. Ini menjadi tantangan serius bagi pengawasan netralitas di tingkat lokal. “Problem netralitas lurah dan kepala desa sangat kompleks karena mencakup aspek regulasi, budaya politik lokal, hingga keterbatasan pengawas di lapangan yang sering hanya satu orang di tiap desa,” ujarnya.
Diskusi hukum ini diakhiri dengan penekanan bahwa pengawasan netralitas ASN dan aparat desa tidak bisa hanya bergantung pada Bawaslu. Partisipasi masyarakat, reformasi budaya organisasi, serta penguatan regulasi dan kelembagaan desa menjadi langkah penting ke depan.
Penulis: Humas Bawaslu kab Madiun