Putusan MK Papua Jadi Sorotan, Bawaslu Jatim Bahas Integritas Pencalonan Pilkada
|
Madiun, 8 Juli 2025 — Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Jawa Timur menyelenggarakan Diskusi Hukum bertajuk “Kajian Terhadap Regulasi dan Pelaksanaan Pengawasan Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Tahun 2024: Perspektif Yuridis dan Empiris Putusan MK RI Nomor 304/PHPU.GUB-XXIII/2025” pada Selasa (8/7). Kegiatan yang digelar secara daring melalui Zoom Meeting ini menghadirkan narasumber dari Bawaslu RI dan Bawaslu Provinsi Papua.
Diskusi dibuka dengan penyampaian laporan kelembagaan dari masing-masing perwakilan Bawaslu Kabupaten/Kota se-Jawa Timur. Dewita Hayu Shinta, anggota Bawaslu Jatim, menegaskan pentingnya optimalisasi pengelolaan dokumen hukum dalam Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH). “Kami akan melakukan supervisi ke daerah pada 9 hingga 11 Juli 2025. Pengunggahan dokumen PKS, rekomendasi, putusan, dan SK tetap dapat dilakukan meski telah melewati batas waktu. Ini penting untuk mendukung riset publik dan literasi kepemiluan,” ujar Dewita.
Ketua Bawaslu Jatim, A. Warits, menekankan bahwa pengalaman Papua menjadi pelajaran penting untuk meningkatkan integritas pemilu. “Putusan MK ini menjadi refleksi penting bahwa kejujuran dalam dokumen administrasi adalah fondasi. Jika keabsahannya dipalsukan, maka pencalonan dapat dibatalkan. Pemimpin tanpa legitimasi hanya akan menggerus lembaga yang dipimpinnya,” tandas Warits.
Dalam forum yang bertujuan meningkatkan kapasitas SDM dan mendorong pembaruan kebijakan ini, Dewita menambahkan bahwa pencalonan adalah titik krusial dalam proses pengawasan. “Baik melalui temuan maupun laporan ke Mahkamah Konstitusi, kesalahan dalam pencalonan berpotensi menyebabkan pembatalan atau pemungutan suara ulang,” ungkapnya.
Kurniawan, Tenaga Ahli Bawaslu RI, mengulas secara rinci Putusan MK Nomor 304/PHPU.GUB-XXIII/2025. Ia menyatakan bahwa persoalan utama sebenarnya sederhana, yakni menyangkut domisili hukum calon. Namun, hal itu berdampak besar terhadap keabsahan pencalonan. “Validitas dokumen administratif dan kepatuhan prosedur merupakan kunci. Profesionalitas lembaga seperti KPU dan institusi lain sangat menentukan hasil verifikasi calon,” jelasnya.
Ia juga mengkritisi celah hukum dalam regulasi, terutama pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 dan Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2024, terkait penentuan wilayah hukum domisili calon oleh Pengadilan Negeri. “Ke depan, pengawasan tidak boleh konvensional. Harus ada konfirmasi lintas lembaga terhadap keabsahan dokumen calon,” tegasnya.
Dari Papua, Haritje Latuihamallo, Kordiv Hukum dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Papua, menyampaikan bahwa Paslon Nomor Urut 1 dalam Pilkada Papua 2024 didiskualifikasi karena menggunakan surat keterangan palsu, melakukan kampanye di tempat ibadah, serta menyebarkan isu ras dan etnis. “Pelanggaran bersifat masif, termasuk pergantian pejabat yang dilarang dan pelanggaran di Kabupaten Mamberamo Raya yang berasal dari Kabupaten Sarmi,” ungkap Haritje.
Diskusi ini turut menghadirkan Amandus Situmorang, Yacob Paisesi, dan Yofrey Piryamta dari Bawaslu Provinsi Papua, yang memberikan pandangan langsung atas dinamika pengawasan di lapangan.
Bawaslu Jawa Timur berharap kegiatan ini tidak hanya menjadi ajang pembelajaran internal, namun juga menghasilkan masukan strategis untuk memperkuat sistem pengawasan pemilu dan menjaga integritas proses pencalonan di seluruh Indonesia.
Penulis: Humas Bawaslu Kab Madiun